Barisan muda mudi berparas tampan dan
ayu memadati pelataran petak/ tempat suci upacara pitra yadnya. Ada seraut ragu
dalam wajah muda mudi bali ini. Sebab mereka harus rela 6 gigi bagian depan
diratakan. Sepintas terasa mengggelikan. Namun, inilah kewajiban pemuda Hindu
di Bali yang sudah menek bajang truna atau menginjak remaja.
Senin, 01 Desember 2014
Sabtu, 29 November 2014
UPACARA NILAPATI DI KABUPATEN GIANYAR
Bali memang memiliki sejuta
keunikan. Bukan hanya melulu soal destinasi wisata yang indah. Bali juga
dikenal karena ritual budayanya yang menyejukkan hati. Siang yang disambut
gerimis patah-patah di kota Gianyar, sebuah kota yang kental akan jiwa seninya
nampak berbeda. Kerumunan orang-orang dengan busana warna putih dan kuning yang
dominan mengundang tanya. Barisan iringan-iringan juga nampak memadati sebuah
tempat yang disebut petak, tempat
suci untuk upacara atma wedana. Sekali
lagi warna putih kuning yang paling dominan muncul di antara warna yang lain.
Semua peralatan, mulai dari tedung, kain,
bunga-bunga, hingga busana warganya. Hari yang indah itu, warga Gianyar tengah
melaksanakan ritual nilapati secara
massal.
GEMA TIFA DI FESTIVAL DANAU SENTANI
Ketika bertandang ke pulau paling timur Indonesia,
Papua aku mengenang senyum merah warganya. Senyum khas Papua, yang aku sebut
senyum merah. Sebab, barisan gigi dan bibir yang akan memerah setelah memakan
buah pinang. Tradisi ini tetap dijaga anak cucu mereka di tanah Papua. Tak
peduli dengan anggapan tradisional, tradisi menginang menjadi ciri warga Papua.
Tentu saja dengan senyum khas mereka, senyum merah.
PESONA REPLIKA EPOS HINDU DI BATU CAVES-MALAYSIA
Senja itu aku memutuskan untuk mengunjungi sebuah tempat yang
konon wajib dikunjungi umat Hindu yang
kebetulan singgah di Malaysia. Gerimis patah-patah yang menyambut semakin
menambah semangatku. Kaki ini terus melangkah bersama hembusan sejarah yang
terus terngiang di benakku. Langkahku seakan menuntunku untuk menikmati setiap
detail bangunan di Batu Caves, Malaysia.
“Welcome to Batu Caves”
Suara seorang pria berkulit hitam, sang penjaga tiket masuk, seolah mempersilakanku masuk dengan
manis. Di sampingku ia berbisik “dari Bali ya?”
Langganan:
Komentar (Atom)



