Sabtu, 29 November 2014

UPACARA NILAPATI DI KABUPATEN GIANYAR

Bali memang memiliki sejuta keunikan. Bukan hanya melulu soal destinasi wisata yang indah. Bali juga dikenal karena ritual budayanya yang menyejukkan hati. Siang yang disambut gerimis patah-patah di kota Gianyar, sebuah kota yang kental akan jiwa seninya nampak berbeda. Kerumunan orang-orang dengan busana warna putih dan kuning yang dominan mengundang tanya. Barisan iringan-iringan juga nampak memadati sebuah tempat yang disebut petak, tempat suci untuk upacara atma wedana. Sekali lagi warna putih kuning yang paling dominan muncul di antara warna yang lain. Semua peralatan, mulai dari tedung, kain, bunga-bunga, hingga busana warganya. Hari yang indah itu, warga Gianyar tengah melaksanakan ritual nilapati secara massal.
















Uapacara nilapati ini sudah digarap sejak 20 hari sebelum hari puncaknya. Senyum sumringah warga yang melaksanakan yadnya ini seolah memenuhi ruang damai yang ada di hati manusia. kidung-kidung pujian kembali dilantunkan, aroma wangi dupa, dan gamelan syahdu membuat hari itu sungguh menawan. Ratusan orang dengan tulus ikhlas ngayah untuk menyucikan roh sanak keluarga mereka dalam ritual nilapati ini.

Salah satu pemangku (orang yang disucikan), Pasek Sukarya memberikan pemaparan terkait upacara nilapati yang digelar secara massal. Umat Hindu di Bali percaya bahwa kehidupan yang indah ini senantiasa diikat oleh kewajiban membayar hutang atau rna, salah satunya hutang kepada leluhur dan orangtua yang harus dibayar. Sebab jasa orangtua yang telah membuat hidup suatu insan menjadi lebih bermakna, mulai dari melahirkan, memenuhi kebutuhan makanan, jasmani, rohani, memberikan pendidikan formal, memberi perlindungan, serta keajaiban lain yang telah dilakukan orangtua semasa hidupnya.
Ringkasnya, nilapati ini ditujukan sebagai ungkapan rasa bhakti kepada orangtua atau leluhur yang telah lebih dahulu meninggalkan dunia ini. nilapati secara etimologi kata berasal dari kata nila=biru, dan pati= mati. Upacara nilapati adalah rangkaian acara penyelamatan atau penebusan dosa atau noda bagi roh yang telah meninggal. Roh orang yang telah meninggal ini disucikan sedemikian rupa agar mencapai moksa, sorga di akhirat, bersatunya atma dengan brahman.
Upacara ini merupakan tahapan terakhir dari pitra yadnya, yang didahulu dengan sava vedana, atma vedana, hingga ngelinggihang dewa hyang (pelepasan atau penyucian roh leluhur).
Upacara ini wajib hukumnya bagi setiap umat Hindu. Untuk mendapatkan ritual yang sempurna, dana yang dikeluarkan pun tidak sedikit. Hingga warga Gianyar menyepakati digelarnya upacara nilapati secara massal. Hal ini semakin meringankan pengeluaran warga dan adanya semangat gotong royong, bagi warga yang memiliki dana yang lebih dapat membantu warga yang kekurangan dana. Semua dibuat menjadi ringan dan melakukan yadnya dengan tulus tanpa beban apapun. Warga yang datang untuk membuat peralatan, sesajen, semuanya datang dengan perasaan yang tulus dan mengharapkan berkah dari Hyang Widhi Wasa, Tuhan yang Maha Esa. Tidak benar adanya jika terdapat opini bahwa manusia Bali, khususnya umat Hindu menjadi miskin karena upacara yang memerlukan dana hingga ratusan juta. Upacara Hindu, salah satunya nilapati ini sangat fleksibel. Tumpuan keyakinannya hanya pada ketulus ikhlasan dan percaya pada kekuatan Hyang Widhi Wasa yang senantiasa memberi berkah bagi umatnya yang telah beryadnya secara tulus dan damai.

Gede Widia Berata yang dipercayai sebagai ketua panitia dalam upacara ini pun meyakini bahwa ritual ini mendatangkan damai baik dari keluarga maupun roh (atma) yang disucikan. Meski ritual ini digelar hingga larut malam, tak ada nada mengeluh atau raut kelelhan yang nampak. Sekali lagi semua warga telah meyakini satu konsep, damai dalam yadnya.
Sekitar 158 roh yang akan disucikan. Roh-roh ini disimbolkan lewat puspa yang nantinya akan melakukan ritual suci seperti mengelilingi areal suci sebanyak 3 kali dan pada akhirnya diusung menuju pura-pura suci, seperti Goa Lawah, pura Dalem Puri, dan Pura Catur Lawa.
Dengan berakhirnya prosesi upacara nilapati ini, secara konsep, umat Hindu telah membayar hutang kepada leluhur dan orangtuanya. Namun, sejatinya segala jasa dan pengorbanan orangtua tidak bisa dibayar tuntas dengan apapn di dunia ini. Hanya dengan menjadi anak yang suputra (anak yang baik), membanggakan orang tua, menjauhi larangan dan mematuhi perintah orangtua baik semasa Beliau masih hidup maupun setelah Beliau tiada adalah pencapaian yang dapat dilakukan manusia untuk membahagiakan kehidupan orangtua.


NI NYOMAN AYU SUCIARTINI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar