Bali memang memiliki sejuta
keunikan. Bukan hanya melulu soal destinasi wisata yang indah. Bali juga
dikenal karena ritual budayanya yang menyejukkan hati. Siang yang disambut
gerimis patah-patah di kota Gianyar, sebuah kota yang kental akan jiwa seninya
nampak berbeda. Kerumunan orang-orang dengan busana warna putih dan kuning yang
dominan mengundang tanya. Barisan iringan-iringan juga nampak memadati sebuah
tempat yang disebut petak, tempat
suci untuk upacara atma wedana. Sekali
lagi warna putih kuning yang paling dominan muncul di antara warna yang lain.
Semua peralatan, mulai dari tedung, kain,
bunga-bunga, hingga busana warganya. Hari yang indah itu, warga Gianyar tengah
melaksanakan ritual nilapati secara
massal.

Uapacara nilapati ini sudah digarap sejak 20 hari sebelum hari puncaknya. Senyum sumringah warga yang melaksanakan yadnya ini seolah memenuhi ruang damai yang ada di hati manusia. kidung-kidung pujian kembali dilantunkan, aroma wangi dupa, dan gamelan syahdu membuat hari itu sungguh menawan. Ratusan orang dengan tulus ikhlas ngayah untuk menyucikan roh sanak keluarga mereka dalam ritual nilapati ini.
Salah satu pemangku (orang yang disucikan), Pasek Sukarya memberikan pemaparan
terkait upacara nilapati yang digelar
secara massal. Umat Hindu di Bali percaya bahwa kehidupan yang indah ini
senantiasa diikat oleh kewajiban membayar hutang atau rna, salah satunya hutang kepada leluhur dan orangtua yang harus
dibayar. Sebab jasa orangtua yang telah membuat hidup suatu insan menjadi lebih
bermakna, mulai dari melahirkan, memenuhi kebutuhan makanan, jasmani, rohani,
memberikan pendidikan formal, memberi perlindungan, serta keajaiban lain yang
telah dilakukan orangtua semasa hidupnya.
Ringkasnya, nilapati ini ditujukan sebagai ungkapan rasa bhakti kepada orangtua
atau leluhur yang telah lebih dahulu meninggalkan dunia ini. nilapati secara etimologi kata berasal
dari kata nila=biru, dan pati= mati. Upacara nilapati adalah rangkaian acara penyelamatan atau penebusan dosa
atau noda bagi roh yang telah meninggal. Roh orang yang telah meninggal ini
disucikan sedemikian rupa agar mencapai moksa, sorga di akhirat, bersatunya
atma dengan brahman.
Upacara ini merupakan tahapan
terakhir dari pitra yadnya, yang
didahulu dengan sava vedana, atma vedana,
hingga ngelinggihang dewa hyang (pelepasan
atau penyucian roh leluhur).
Upacara ini wajib hukumnya bagi
setiap umat Hindu. Untuk mendapatkan ritual yang sempurna, dana yang
dikeluarkan pun tidak sedikit. Hingga warga Gianyar menyepakati digelarnya
upacara nilapati secara massal. Hal
ini semakin meringankan pengeluaran warga dan adanya semangat gotong royong,
bagi warga yang memiliki dana yang lebih dapat membantu warga yang kekurangan
dana. Semua dibuat menjadi ringan dan melakukan yadnya dengan tulus tanpa beban apapun. Warga yang datang untuk
membuat peralatan, sesajen, semuanya datang dengan perasaan yang tulus dan
mengharapkan berkah dari Hyang Widhi Wasa, Tuhan yang Maha Esa. Tidak benar
adanya jika terdapat opini bahwa manusia Bali, khususnya umat Hindu menjadi miskin
karena upacara yang memerlukan dana hingga ratusan juta. Upacara Hindu, salah
satunya nilapati ini sangat
fleksibel. Tumpuan keyakinannya hanya pada ketulus ikhlasan dan percaya pada
kekuatan Hyang Widhi Wasa yang senantiasa memberi berkah bagi umatnya yang
telah beryadnya secara tulus dan damai.
Gede Widia Berata yang dipercayai
sebagai ketua panitia dalam upacara ini pun meyakini bahwa ritual ini
mendatangkan damai baik dari keluarga maupun roh (atma) yang disucikan. Meski ritual ini digelar hingga larut malam,
tak ada nada mengeluh atau raut kelelhan yang nampak. Sekali lagi semua warga
telah meyakini satu konsep, damai dalam yadnya.
Sekitar 158 roh yang akan
disucikan. Roh-roh ini disimbolkan lewat puspa
yang nantinya akan melakukan ritual suci seperti mengelilingi areal suci
sebanyak 3 kali dan pada akhirnya diusung menuju pura-pura suci, seperti Goa
Lawah, pura Dalem Puri, dan Pura Catur Lawa.
Dengan berakhirnya prosesi
upacara nilapati ini, secara konsep,
umat Hindu telah membayar hutang kepada leluhur dan orangtuanya. Namun,
sejatinya segala jasa dan pengorbanan orangtua tidak bisa dibayar tuntas dengan
apapn di dunia ini. Hanya dengan menjadi anak yang suputra (anak yang baik), membanggakan orang tua, menjauhi larangan
dan mematuhi perintah orangtua baik semasa Beliau masih hidup maupun setelah
Beliau tiada adalah pencapaian yang dapat dilakukan manusia untuk membahagiakan
kehidupan orangtua.
NI NYOMAN AYU SUCIARTINI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar